
Metropesawat.com, Aceh Timur – Araman Dasda, Inisiator GAMS Aceh ini Mengecam Keputusan Menteri (Mendagri) tentang penetapan tapal batas antarkabupaten/kota di Aceh dengan Provinsi Sumatera Utara.
Dasda menyatakan keputusan itu melanggar MoU Helsinki dan UU Pemerintah Aceh.
“Keputusan Mendagri itu tidak bisa diterima. Karena tidak sesuai dengan Nota Perjanjian MoU dan UUPA. Maka wajib ditolak,” kata dasda.
Sebelumnya, Mendagri telah menetapkan sembilan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) terkait batas wilayah di Aceh dan Sumatera Utara.
Kesembilan Permendagri itu masing-masing Permendagri Nomor 27 Tahun 2020 tentang Batas Daerah Kabupaten Gayo Lues dengan Kabupaten Langkat, dan Permendagri Nomor 28 Tahun 2020 tentang Batas Daerah Kabupaten Aceh Tamiang dengan Kabupaten Langkat.
Selanjutnya, Permendagri Nomor 29 Tahun 2020 tentang Batas Derah Aceh Tenggara dengan Kabupaten Karo, Permendagri Nomor 30 Tahun 2020 tentang Batas Daerah Kabupaten Aceh Singkil dengan Kabupaten Tapanuli Tengah, dan Permendagri Nomor 31 Tahun 2020 tentang Batas Daerah Kota Subulussalam dengan Kabupaten Dairi.
Kemudian, Batas Derah Kabupaten Aceh Tenggara dengan Kabupaten Dairi, ditetapkan dalam Permendagri Nomor 32 Tahun 2020. Sementara Permendagri Nomor 33 Tahun 2020 tentang Batas Daerah Kabupaten Aceh Tenggara dengan Kabupaten Langkat, Permendagri Nomor 34 Tahun 2020 tentang Batas Daerah Kota Subulussalam dengan Kabupaten Pakpak Bharat, dan Permendagri Nomor 35 Tahun 2020 tentang Batas Daerah Kabupaten Aceh Singkil dengan Kabupaten Pakpak Bharat.
Mantan Wakil PKC PMII Aceh ini juga menegaskan menolak keputusan tersebut karena penetapan Tapal batas Aceh tidak sesuai perjanjian MoU Helsinki, 1 Juli 1956.
“Kami segenap pemuda Aceh berharap DPR RI, DPD RI,DPRA Serta Seluruh instansi terkait fokus memperjuangkan revisi UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan persoalan tapal batas Aceh dan Sumut agar sesuai dengan MoU Helsinki poin 1.1.4 menyatakan, perbatasan Aceh merujuk pada perbatasan 1 Juli 1956,” tukasnya.
Bung Dasda mengingatkan bahwa persoalan tapal batas Aceh adalah masalah serius dan akan berakibat munculnya konflik baru jika hilangnya wilayah Aceh yang telah di klaim oleh Sumatera Utara karena kebijakan Pusat.
Dasda juga menyayangkan Pemerintah Aceh menyampaikan terima kasih kepada Mendagri dan jajarannya serta semua pihak yang terlibat dalam proses tersebut. Informasi tuntasnya batas Aceh-Sumut diterima melalui Pejabat Direktorat Toponimi dan Batas Daerah Ditjen Bina Administrasi Kewilayahan yang disampaikan kepada Kepala Biro (Karo) Tata Pemerintahan Setda Aceh, Syakir, dan menyebutkan batas daerah yang ditetapkan itu berada di Aceh Tamiang, Gayo Lues, Aceh Tenggara, Aceh Singkil, dan Subulussalam.(Rls)
Editor :red