Kebijakan tarif tinggi yang diterapkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terhadap barang-barang impor dari China diperkirakan akan memberikan dampak signifikan bagi Indonesia. Menghadapi bea impor yang membebani, China diprediksi akan semakin berambisi untuk memperluas pengaruhnya di Indonesia, khususnya dalam sektor industri baterai kendaraan listrik (electric vehicle/EV).
Menurut Direktur Utama PT Indonesia Battery Corporation (IBC) Toto Nugroho, langkah ini merupakan sebuah peluang bagi Indonesia untuk menjadi basis produksi global. “Dengan kondisi ini, China akan berupaya memindahkan basis produksi baterai kendaraan listrik ke Indonesia. Tujuannya, tentu saja, agar mereka dapat mengekspor produk-produk tersebut, termasuk ke Amerika Serikat,” ungkap Toto saat memberikan penjelasan dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi XII DPR, Senin (17/2).
Dampak kebijakan tarif tinggi yang diterapkan oleh AS, yang mencapai 40 persen untuk produk China, menjadi dorongan kuat bagi China untuk mencari alternatif. Indonesia, yang diperkirakan hanya akan dikenakan tarif impor sekitar 10 persen, menjadi pilihan yang menguntungkan. Toto menjelaskan bahwa Indonesia memiliki keunggulan kompetitif jika berhasil menjadikan negara ini sebagai pusat produksi baterai tidak hanya untuk pasar domestik, tetapi juga untuk memenuhi permintaan global, termasuk dari AS.
“Ini sebuah keuntungan besar bagi kita jika kita menjadikan Indonesia sebagai pusat produksi baterai kendaraan listrik, tidak hanya untuk kebutuhan dalam negeri, tetapi juga untuk pasar internasional, termasuk Amerika Serikat,” tambah Toto.
Sementara itu, China tidak tinggal diam. Negara yang dikenal dengan julukan “Negeri Tirai Bambu” ini telah melontarkan kritik keras terhadap kebijakan tarif tinggi yang diterapkan oleh Trump. Pemerintah China menilai kebijakan tersebut sebagai sebuah langkah yang salah dan berjanji akan mengambil tindakan balasan untuk melindungi kepentingan nasionalnya.
Kementerian Perdagangan China menegaskan bahwa keputusan Trump untuk menaikkan tarif impor terhadap produk-produk China adalah tindakan yang tidak dapat diterima. “China sangat tidak senang dengan kebijakan ini dan dengan tegas menentangnya,” demikian pernyataan resmi yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan China, sebagaimana dilaporkan AFP pada Minggu (2/2).
Dengan situasi yang semakin memanas antara dua negara besar tersebut, Indonesia mungkin saja menjadi batu loncatan bagi China untuk kembali memasuki pasar AS dengan menawarkan solusi produksi yang lebih efisien melalui relokasi industri. Meski demikian, langkah ini juga menandai tantangan bagi Indonesia untuk memastikan bahwa keunggulan kompetitif yang dimiliki dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.