Indonesia secara tegas menyampaikan kecaman terhadap langkah Israel yang dianggap berusaha merusak kesepakatan gencatan senjata dengan melakukan pelanggaran terhadap ketentuan awal yang telah disepakati. Salah satu tindakan yang dinilai merusak adalah permintaan Israel untuk memperpanjang fase pertama secara sepihak, sambil menghindari pembicaraan mengenai tahap kedua kesepakatan tersebut.
“Menghalangi bantuan kemanusiaan ke Gaza dan menjadikannya sebagai alat tawar dalam perundingan gencatan senjata merupakan kejahatan perang serta pelanggaran nyata terhadap hukum humaniter internasional dan hak asasi manusia,” demikian pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri Indonesia yang dikutip dari Kemlu.go.id pada Senin, 3 Maret 2025.
Kementerian Luar Negeri juga menyerukan kepada masyarakat global agar memberikan tekanan terhadap Israel supaya segera mengizinkan distribusi bantuan kemanusiaan dan melanjutkan negosiasi tahap kedua sebagaimana yang telah disepakati dalam gencatan senjata. “Indonesia mendesak komunitas internasional untuk memberikan tekanan kepada Israel agar segera memperbolehkan pengiriman bantuan kemanusiaan dan melanjutkan negosiasi fase kedua sesuai dengan kesepakatan gencatan senjata,” tegas pihak Kemenlu.
Selain itu, Indonesia kembali menegaskan dukungannya terhadap konsep Solusi Dua Negara sebagai satu-satunya opsi realistis untuk menciptakan perdamaian yang berkelanjutan di kawasan tersebut.
Netanyahu Tolak Gencatan Senjata Penuh
Dalam pertemuan kabinet mingguannya, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengungkapkan bahwa dirinya telah berdiskusi dengan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant, sejumlah pemimpin koalisi, serta tim perundingan untuk membahas kelanjutan kesepakatan gencatan senjata.
Usai pertemuan tersebut, Israel memutuskan untuk mengadopsi skema yang diusulkan oleh utusan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yaitu Steve Witkoff. Rencana ini mencakup gencatan senjata sementara yang berlangsung selama bulan Ramadan dan perayaan Paskah Yahudi.
“Kami sepenuhnya berkoordinasi dengan Presiden Trump dan timnya,” ujar Netanyahu dalam pertemuan tersebut, sebagaimana dikutip dari Yeni Safak pada Senin, 3 Maret 2025.
Menurut Netanyahu, Witkoff mengajukan proposal tersebut setelah mempertimbangkan bahwa perbedaan pandangan antara Israel dan Hamas mengenai tahap kedua gencatan senjata masih belum menemukan titik temu dalam waktu dekat.
“Kami memerlukan lebih banyak waktu untuk mencapai kemungkinan kesepakatan,” katanya, seraya menyebutkan bahwa rencana tersebut merupakan “jalur negosiasi” menuju tahapan berikutnya.
Namun, kebijakan Netanyahu tidak sepenuhnya didukung oleh jajaran pemerintahannya. Menteri Dalam Negeri Israel, Moshe Arbel, secara terbuka menyatakan dukungannya terhadap tahap kedua pertukaran tahanan dan kelanjutan gencatan senjata yang lebih luas.