Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara resmi menahan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, pada Kamis, 20 Februari 2025. Penahanan ini dilakukan usai Hasto diperiksa sebagai tersangka dalam dua kasus hukum yang menjeratnya.
Dugaan Suap dalam Pergantian Antarwaktu (PAW) DPR RI
KPK menyatakan bahwa Hasto terlibat dalam dua perkara yang sedang diselidiki. Kasus pertama berkaitan dengan dugaan suap dalam proses pergantian antarwaktu (PAW) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) periode 2019-2024. Dalam kasus ini, mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan, turut terlibat.
PAW sendiri adalah mekanisme yang digunakan untuk menggantikan anggota DPR yang berhenti di tengah masa jabatan, baik karena meninggal dunia, mengundurkan diri, ataupun diberhentikan. Dalam konteks kasus ini, Hasto diduga memainkan peran dalam mempengaruhi keputusan PAW dengan imbalan suap.
Dugaan Obstruction of Justice
Selain kasus suap, Hasto juga diduga terlibat dalam upaya menghalangi proses hukum atau obstruction of justice. Berdasarkan hasil penyelidikan KPK, Hasto diduga memberikan instruksi kepada bawahannya untuk menghubungi Harun Masiku. Ia memerintahkan agar Harun merusak barang bukti dengan cara merendam telepon genggam ke dalam air dan melarikan diri guna menghindari pemeriksaan KPK.
Tindakan menghalangi proses hukum ini dianggap sebagai upaya menghambat penyelidikan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Dalam hukum pidana, tindakan ini dapat dijerat dengan pasal-pasal yang mengatur tentang obstruction of justice, yang pada intinya melarang setiap usaha untuk merusak atau menyembunyikan bukti dalam suatu perkara hukum.
Upaya Hukum Praperadilan
Sebelumnya, Hasto telah mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) dalam upaya menggugat statusnya sebagai tersangka. Namun, gugatan tersebut ditolak oleh pengadilan. Meski mengalami kekalahan dalam praperadilan pertama, Hasto tidak menyerah dan kembali mengajukan dua permohonan praperadilan lainnya yang akan disidangkan dalam waktu dekat di Pengadilan Jakarta Selatan.
Praperadilan merupakan upaya hukum yang digunakan untuk menguji keabsahan penetapan tersangka, penangkapan, dan penahanan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Dalam hal ini, Hasto mencoba membantah legalitas status tersangkanya melalui jalur hukum tersebut.
Profil Hasto Kristiyanto
Hasto Kristiyanto lahir di Yogyakarta pada 7 Juli 1966. Karier politiknya di PDIP dimulai ketika ia ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Jenderal pada tahun 2014, menggantikan Tjahjo Kumolo yang saat itu diangkat sebagai Menteri Dalam Negeri. Setahun kemudian, pada Kongres IV PDIP tahun 2015, Ketua Umum Megawati Soekarnoputri secara resmi mengangkat Hasto sebagai Sekretaris Jenderal PDIP untuk periode 2015-2019. Ia kemudian kembali dipercaya menjabat sebagai Sekjen PDIP untuk masa jabatan 2019-2024 pada Kongres V PDIP.
Dalam bidang akademik, Hasto menyelesaikan studi sarjananya di Fakultas Teknik Kimia Universitas Gadjah Mada (UGM) pada tahun 1991. Ia kemudian melanjutkan pendidikan magister di STIE Prasetya Mulya Business School Jakarta pada tahun 2000, dan meraih gelar doktor ilmu pertahanan dari Universitas Pertahanan pada tahun 2022.
Dalam kehidupan pribadi, Hasto menikah dengan Maria Ekowati dan dikaruniai dua anak, yaitu Ignatius Windu Hastomo dan Agatha Puspita Asri. Karier politik Hasto terbilang panjang dan cukup berpengaruh di tubuh PDIP. Ia pernah menjabat sebagai Wakil Sekretaris Bagian II Media Massa dan Penggalangan Dana pada periode 2002-2003, serta menjadi Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PDIP pada 2009 sebelum akhirnya diangkat menjadi Sekjen pada 2014.
Dampak pada Karier Politik
Sebagai politikus yang terlibat aktif dalam berbagai strategi pemenangan partai dan kepengurusan internal PDIP, kasus hukum yang dihadapi Hasto tentunya menjadi tantangan besar dalam karier politiknya. Perjalanan politiknya kini berada di persimpangan jalan, apakah akan tetap bertahan atau justru terhenti akibat jerat hukum yang dihadapinya.
Kasus ini tidak hanya berdampak pada nasib politik Hasto, tetapi juga berpotensi memengaruhi citra PDIP sebagai partai politik besar di Indonesia. Bagaimana kelanjutan proses hukum dan implikasinya terhadap karier politik Hasto Kristiyanto masih perlu ditunggu perkembangannya.
4o