Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, mengungkapkan fenomena politik di Indonesia yang menunjukkan dominasi politisi berlatar belakang pengusaha. Ia menilai bahwa mereka memiliki keunggulan dalam persaingan politik, terutama karena kekuatan sumber daya dan jejaring yang luas.
Dalam diskusi publik bertajuk Demokrasi Cukong, Burhanuddin menjelaskan bahwa kesuksesan dalam pencalonan politik sangat dipengaruhi oleh dua faktor utama.
“Pertama, resource and network. Jadi, expensive campaign. Ini konfirmasi dari apa yang kita alami beberapa tahun terakhir (di pemilu),” ungkap Burhanuddin dalam acara yang diselenggarakan secara daring dan tatap muka pada Kamis (20/2/2025).
Modal dan Jejaring, Kunci Kesuksesan Politisi Pengusaha
Burhanuddin menjelaskan bahwa politisi dengan latar belakang bisnis cenderung memiliki modal finansial yang kuat serta jaringan yang luas, sehingga lebih mudah untuk beradaptasi dalam kompetisi politik yang semakin ketat. Kehadiran mereka dalam panggung politik didukung oleh kekuatan ekonomi dan relasi yang mampu memperluas pengaruh politik.
Di sisi lain, politisi yang berasal dari kalangan akademisi juga memiliki potensi besar untuk berkontribusi dalam dunia politik. Namun, mereka dihadapkan pada tantangan besar terkait pendanaan kampanye yang semakin mahal.
“Jadi, tampaknya makin mahal, itu menganaktirikan politisi yang punya latar belakang akademisi. Memang berat bertarung dalam mekanisme ini,” kata Burhanuddin.
Dukungan Elite Politik pada Politisi Pengusaha
Burhanuddin juga menyebutkan bahwa elite politik lebih cenderung memberikan dukungan kepada politisi berlatar belakang pengusaha karena dapat membantu operasionalisasi partai.
“Elite partai itu cenderung menganak-emaskan politisi yang punya latar belakang pengusaha. Dugaan saya, untuk keperluan operasionalisasi politik,” jelasnya.
Menurut Burhanuddin, biaya untuk menghidupi partai politik di Indonesia sangat besar. Oleh karena itu, politisi dengan kekuatan finansial lebih memiliki peluang untuk meraih posisi strategis dalam partai.
“Karena menghidupi partai itu kan mahal. Jadi, kalau enggak punya uang, politisi dhuafa begitu ya, itu enggak terlalu mendapatkan kesempatan untuk meningkat karir politiknya,” tambah Burhanuddin.
Implikasi bagi Demokrasi di Indonesia
Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran mengenai inklusivitas politik di Indonesia. Dengan biaya politik yang semakin tinggi, politisi yang memiliki idealisme dan kompetensi akademis tetapi minim dana akan semakin sulit untuk bersaing. Hal ini berpotensi mengurangi keberagaman dalam dunia politik Indonesia dan memperkuat dominasi kelompok ekonomi kuat.
Namun demikian, Burhanuddin menekankan pentingnya terus mendorong partisipasi semua kalangan, termasuk akademisi, agar dapat membawa perspektif berbeda dan inovatif dalam politik Indonesia.