Pemerintah Indonesia mengungkapkan kecaman keras terhadap Israel yang dianggap berupaya merusak kesepakatan gencatan senjata di Jalur Gaza, Palestina. Salah satu tindakan yang disoroti adalah tuntutan sepihak Israel untuk memperpanjang fase pertama gencatan senjata, yang bertentangan dengan kesepakatan awal.
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI) menegaskan bahwa Indonesia mengecam tindakan Israel yang tidak hanya menuntut perpanjangan fase pertama, tetapi juga menghindari pembahasan mengenai tahap lanjutan dari kesepakatan tersebut.
“Indonesia mengecam upaya Israel untuk melemahkan kesepakatan gencatan senjata dengan melanggar ketentuan awal,” demikian pernyataan Kemlu RI, Senin (3/3).
Lebih lanjut, Indonesia juga menyoroti langkah Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, yang memblokade bantuan kemanusiaan ke Gaza. Kebijakan tersebut dinilai sebagai strategi negosiasi yang tidak manusiawi dan bertentangan dengan prinsip-prinsip kemanusiaan.
“Serta [merupakan] pelanggaran nyata terhadap hukum humaniter internasional dan hak asasi manusia,” tambah Kemlu RI dalam pernyataan resminya.
Sebagai bentuk respons, Indonesia mendesak komunitas global untuk menekan Israel agar segera membuka akses bantuan kemanusiaan dan melanjutkan fase kedua gencatan senjata sesuai dengan kesepakatan awal yang telah dibuat.
“Indonesia menegaskan kembali dukungan teguhnya bagi Solusi Dua Negara sebagai satu-satunya jalan menuju perdamaian yang berkelanjutan di kawasan,” tutup Kemlu RI.
Sementara itu, Kantor Perdana Menteri Israel pada Minggu (2/3) menyatakan bahwa mulai saat ini, seluruh bantuan kemanusiaan yang masuk ke Gaza akan dihentikan. Keputusan ini diambil sebagai respons terhadap penolakan Hamas terhadap usulan gencatan senjata sementara yang diajukan oleh utusan khusus Amerika Serikat untuk Timur Tengah, Steve Witkoff.
“Israel tidak akan mengizinkan gencatan senjata tanpa dibebaskannya sandera kami,” demikian pernyataan Kantor Netanyahu, seperti dikutip Al Jazeera.
Proposal yang diajukan oleh Witkoff mencakup perpanjangan fase pertama gencatan senjata antara Israel dan Hamas selama 50 hari hingga Ramadan dan hari raya Paskah Yahudi. Meskipun Israel menyetujui usulan tersebut, Hamas menolaknya karena menganggap bahwa Israel hanya berupaya membebaskan warganya tanpa benar-benar menghentikan agresi militer di Gaza.
Berdasarkan kesepakatan awal, gencatan senjata terdiri dari tiga fase. Fase pertama yang telah berlangsung selama 42 hari mencakup penghentian serangan, pembebasan sandera perempuan dan anak-anak, serta pengiriman bantuan kemanusiaan yang lebih besar. Fase kedua bertujuan untuk mewujudkan gencatan senjata permanen, di mana Israel dan Hamas diharapkan mencapai kesepakatan damai dan melakukan pertukaran tahanan. Sementara itu, fase ketiga berfokus pada pemulangan jenazah para sandera serta rekonstruksi Gaza.
Saat ini, meskipun fase pertama telah berakhir pada Minggu (2/3), Israel justru mendorong perpanjangan fase tersebut daripada melanjutkan ke tahap selanjutnya seperti yang telah disepakati sebelumnya.
Di sisi lain, Perdana Menteri Netanyahu menolak proposal Hamas terkait gencatan senjata permanen. Ia menyatakan bahwa usulan yang diajukan kelompok tersebut sama sekali tidak dapat diterima oleh Israel.
“[Hamas] meletakkan posisi untuk gencatan senjata permanen yang sama sekali tidak dapat diterima,” kata Netanyahu, seperti dikutip Al Jazeera.
Netanyahu tidak memberikan detail lebih lanjut terkait tawaran Hamas. Namun, ia menegaskan bahwa Israel dapat mengambil “langkah lebih lanjut” jika Hamas tidak segera membebaskan para sandera yang masih berada di Gaza.