Kondisi nilai tukar rupiah yang semakin melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) semakin diperburuk oleh ketidakpastian yang terus berlanjut terkait kebijakan tarif perdagangan yang digagas oleh Presiden AS, Donald Trump. Pengamat mata uang, Ibrahim Assuabi, menyampaikan bahwa ketegangan perdagangan yang terus berlanjut menjadi faktor dominan yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah saat ini.
Menurut Ibrahim, meskipun Trump sempat memberikan isyarat bahwa tarif tambahan terhadap mitra dagang AS tidak akan diberlakukan sebelum bulan April, ketidakpastian ini tetap menjadi ancaman bagi pasar global. “Ketidakpastian yang berkelanjutan atas rencana Trump untuk tarif perdagangan, bahkan ketika Presiden AS mengisyaratkan bahwa tarif timbal baliknya pada mitra dagang AS baru akan dikenakan pada bulan April,” ungkap Ibrahim dalam pernyataan yang disampaikan pada Selasa, di Jakarta.
Dalam skenario lain, Uni Eropa juga dilaporkan tengah mempertimbangkan opsi untuk mengendalikan impor barang-barang tertentu dari AS. Langkah ini dipandang sebagai langkah peningkatan ketegangan yang berpotensi memperburuk hubungan perdagangan antarnegara besar tersebut.
Pada minggu lalu, kebijakan tarif Presiden Trump yang memberlakukan tarif 25 persen terhadap impor baja dan aluminium memicu kekhawatiran baru, terutama atas kemungkinan adanya aksi balasan dari negara-negara mitra dagang. Dampaknya, pasar semakin cemas dengan ketegangan ekonomi yang timbul akibat kebijakan tersebut.
Di sisi lain, ketegangan ini semakin diperburuk dengan kebijakan moneter AS yang tetap mempertahankan suku bunga tinggi dalam waktu yang lebih lama. Gubernur Federal Reserve, Christopher Waller, pada hari Selasa menegaskan bahwa meskipun tarif perdagangan tidak diperkirakan akan menyebabkan lonjakan inflasi yang besar, pihaknya tetap berkomitmen untuk menjaga suku bunga tetap stabil dalam jangka panjang. Hal ini dipertegas oleh data inflasi AS yang mencatatkan kenaikan yang lebih tinggi dari ekspektasi pada Januari lalu.
“Pernyataan Waller muncul setelah data minggu lalu menunjukkan inflasi AS tumbuh lebih dari yang diharapkan pada bulan Januari,” tambah Ibrahim, yang melihat kebijakan suku bunga ini semakin menambah ketidakpastian pasar.
Fokus investor pekan ini akan tertuju pada rilis hasil rapat Federal Reserve pada Januari 2025 yang diharapkan memberikan gambaran lebih jelas mengenai upaya kebijakan mereka dalam merespons dampak dari kebijakan tarif yang lebih luas akibat kebijakan perdagangan Trump.
“Data minggu lalu menunjukkan (indeks) harga konsumen AS meningkat pada laju tercepat dalam hampir 18 bulan pada bulan Januari, memperkuat pesan Fed bahwa mereka tidak terburu-buru untuk melanjutkan pemotongan suku bunga di tengah meningkatnya kekhawatiran ekonomi,” ujar Ibrahim Assuabi, menyoroti bahwa hal tersebut berpotensi memperlambat pemulihan ekonomi global.
Sebagai dampak langsung dari ketidakpastian ini, nilai tukar rupiah pada perdagangan hari Selasa, 18 Februari 2025, tercatat melemah hingga 50 poin atau 0,13 persen, menjadi Rp16.278 per dolar AS. Sebelumnya, nilai tukar rupiah berada di level Rp16.228 per dolar AS.
Di sisi lain, kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia juga tercatat melemah ke angka Rp16.275 per dolar AS dari sebelumnya yang berada di angka Rp16.208 per dolar AS.
Dengan ketidakpastian yang berlarut-larut mengenai kebijakan tarif dan dampak dari kebijakan moneter AS yang masih berlanjut, pasar akan terus memantau perkembangan situasi ini dengan cermat, karena bisa mempengaruhi kondisi nilai tukar rupiah dalam waktu yang akan datang.