Harga emas mengalami penurunan signifikan setelah sebelumnya mencapai level tertingginya. Pelemahan ini terjadi akibat aksi jual yang dilakukan para trader guna mengamankan keuntungan atau taking profit dari lonjakan harga logam mulia tersebut.
Berdasarkan data Refinitiv, emas ditutup di angka US$ 2.883,18 per troy ons pada perdagangan Jumat (14/2/2025), mengalami penurunan sebesar 1,57%. Koreksi ini menghentikan tren kenaikan emas yang telah berlangsung selama dua hari terakhir serta menarik harga kembali dari ambang US$ 2.900 per troy ons.
Sebelumnya, emas sempat bertahan di kisaran US$ 2.900 dan mengalami kenaikan dalam dua hari berturut-turut pada Rabu dan Kamis pekan ini. Bahkan, pada Kamis (13/2/2025), harga emas dunia di pasar spot mencatat rekor tertinggi sepanjang masa di angka US$ 2.929,03 per troy ons, melampaui rekor sebelumnya di US$ 2.907,34 per troy ons.
Meskipun mengalami pelemahan di hari terakhir perdagangan pekan lalu, harga emas tetap mencatatkan kinerja positif dalam sepekan dengan kenaikan sebesar 0,8%. Tren positif ini juga menandai rekor tersendiri, yaitu penguatan selama tujuh pekan berturut-turut, sesuatu yang terakhir kali terjadi pada periode Juni hingga Agustus 2020.
Menurut Peter Grant, wakil presiden dan strategis senior logam di Zaner Metals, aksi ambil untung menjadi pemicu utama penurunan harga emas.
“Ada beberapa faktor teknis yang berperan; ketidakmampuan untuk mencapai harga tertinggi sepanjang masa yang tercatat pada Selasa meninggalkan potensi double top, dan kami melihat beberapa aksi profit taking menjelang akhir pekan,” ujar Peter Grant kepada Reuters.
Di sisi lain, Alex Ebkarian, chief operating officer di Allegiance Gold, menegaskan bahwa emas masih memiliki peluang untuk tetap berada dalam tren bullish ke depan. Beberapa faktor pendukungnya antara lain kebijakan tarif perdagangan, pelemahan dolar AS, serta pergeseran preferensi dari emas kertas ke emas fisik yang semakin memperkuat prospek kenaikan harga logam mulia ini.
Sebelumnya, emas sempat mengalami lonjakan harga yang signifikan pada Rabu dan Kamis setelah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menandatangani memorandum untuk meninjau kebijakan tarif perdagangan. Langkah ini bertujuan untuk mengidentifikasi negara mitra dagang yang dinilai merugikan AS sehingga perlu dikenai kenaikan tarif.
Kebijakan ini memunculkan kekhawatiran global, mendorong investor untuk beralih ke aset safe haven seperti emas, yang menyebabkan lonjakan permintaan dan pencapaian rekor harga dalam pekan tersebut.